Sabtu, 26 Desember 2015

Aku Dan Ibu Mertuaku - 1

22.jpg

Perkawinanku yang telah berusia tujuh tahun tergolong mulus dan memberi banyak kebahagiaan. Tetapi tidak sejak enam bulan lalu, tepatnya setelah istriku Neni terkena kanker payudara dan terpaksa salah satu miliknya itu harus diangkat. Neni menjadi sangat murung dan kehilangan gairah hidup. Bahkan ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta.
Kuakui, dengan hilangnya salah satu payudara di tubuh Neni, ada sebagian pesonanya yang hilang. Bila ia telanjang, kurasakan ada sesuatu yang hilang. Sepasang buah dadanya yang sangat montok dan selalu menjadi pelampiasan gairahku kini tinggal satu. Bagian yang lain menjadi rata dan bahkan ada semacam luka parut yang sangat mengganggu. Namun karena aku tak mau menyakitinya, kuanggap itu bukan masalah. Bahkan kerap kuyakinkan bahwa aku tak pernah berpikir untuk meninggalkannya.
Tetapi tidak bagi Neni. Kehilangan payudara menjadikannya hilang rasa percaya diri. Setiap hari hanya berbaring di tempat tidur. Tidak mau mengerjakan apa pun termasuk mengurus Lani, putriku yang berusia 3 tahun anak kami satu-satunya. Untung ada ibu mertuaku yang memutuskan tinggal bersama kami setelah Neni menjalani operasi. Dan karena ibu mertuaku itulah segala pekerjaan rumah menjadi beres termasuk memasak dan mengurus Lani.
Malangnya, Neni sama sekali menolak diajak berhubungan intim sejak mulai sakit dan sampai payudaranya diangkat. Ia malah selalu menyuruhku untuk mencari wanita pengganti karena menurutnya ia sudah tidak pantas lagi melayaniku. Maka sebagai laki-laki berusia 33 tahun (istriku berumur 28 tahun), yang masih sangat potens dalam soal seks, aku sering merasa puyeng. Mau mencari kepuasan ke WTS aku merasa jijik. Di samping dipakai banyak orang, pasti membawa penyakit berbahaya.
Pernah melintas pikiran buruk untuk merayu ibu mertuaku. Usia ibu mertuaku sudah 53 tahun dan telah menjanda sejak kematian suaminya tiga tahun lalu. Pikiran ngeres itu muncul setelah aku sempat memergokinya mengenakan pakaian yang sangat minim. Suatu hari ia sedang mandi. Tiba-tiba dari arah dapur tercium bau gosong nasi yang sedang ditanak. Aku yang sedang memberi makan burung di dekat dapur jadi berteriak.
"Bau gosong apa nih Bu, nasi yah?" ujarku saat itu karena tidak tahu ibu mertuaku ada di kamar mandi.
Ibu mertua yang mendengar teriakanku langsung lari keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang masih basah kuyup, karena belum selesai mandi, hanya dililit handuk yang berukuran tak cukup lebar. Hanya menutup dada dan sedikit di bawah pangkal pahanya. Dengan tergesa ia segera mengangkat panci, mematikan kompor dan memindahkan nasi ke magicjar agar nasi tidak berbau gosong semua.
Saat itulah, saat ibu mertuaku melakukan segala aktivitas itu, aku bisa melihat sebagian tubuh ibu mertuaku yang belum pernah kulihat. Kulit ibu ternyata lebih bersih dibandingkan kulit Neni, istriku. Buah dadanya kurasa juga lebih besar dibanding kepunyaan Neni. Hanya mungkin sudah agak kendur. Aku tidak bisa memastikan karena belum pernah menyentuhnya dan saat itu terbelit oleh handuk yang dililitkannya.
Namun, yang lebih membuatku panas dingin, adalah saat ia membungkukkan badan. Karena handuknya kelewat kekecilan, saat membungkuk handuknya menjadi tambah terangkat. Jadilah aku bisa melihat pahanya yang membulat sampai ke pangkalnya. Juga pantatnya yang besar dan pinggul yang mengundang pesona. Bahkan, ah, aku juga bisa melihat memek ibu mertuaku yang terlihat mengintip di antara kedua pangkal pahanya. Kemaluan ibu mertuaku terlihat gundul tanpa rambut. Tampaknya habis dicukur.
Melihat itu, gairahku langsung naik cukup tinggi. Jakunku menjadi turun naik dan denyut jantung menjadi tidak teratur. Maklum sudah cukup lama tidak mendapat layanan istri di tempat tidur. Saat itu aku nyaris nekad memeluk ibu mertuaku dari belakang dan melampiaskan hasrat yang menggelegak. Namun takut dianggap kurang ajar dan bisa mengundang masalah bila ibu mertuaku tidak berkenan, aku pendam keinginan itu. Juga karena penampilan ibu selama ini sangat pendiam dan rajin menasehati hingga aku tidak berani kurang ajar.
Dari waktu ke waktu, sikap istriku bukannya membaik tetapi semakin buruk. Ia hanya keluar kamar saat makan atau mandi dan selebihnya dihabiskan untuk tidur atau nonton TV yang juga tersedia di kamar. Ia juga menolak bila diajak berhubungan badan. Jadilah kami sering bertengkar seperti yang terjadi malam itu.
"Kalau kamu tetap dingin, biar nanti aku mencari pelacur untuk menggantikanmu," kataku dalam nada tinggi karena tak bisa menahan emosi.
Gairahku malam itu memang sudah naik ke ubun-ubun. Tetapi Neni hanya menjawab santai.
"Aku kan sudah minta Mas Hen mencari wanita lain yang bisa melayani. Aku nggak apa-apa kok," ujarnya enteng.
Emosiku meledak. Sambil keluar kamar pintu kututup kencang hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Ingin rasanya aku menstater motor keluar untuk mencari pelacur di pinggir jalan atau ke hotel yang menyediakan wanita panggilan. Tetapi kemana, aku tidak punya pengalaman? Dan lagi malam sudah sangat larut. Untuk meredam emosi, kuambil sebotol air dingin dan kubawa ke kandang ayam di belakang rumah. Tempat yang paling kusenangi untuk melamun dan mengurangi rasa gundah.
Benar emosiku mulai reda setelah beberapa tegukan air dingin membasahi kerongkonganku. Terlebih setelah sebatang rokok kunyalakan dan kuhisap. Berteman asap rokok, anganku mengembara memikirkan nasib perkawinanku yang porak-poranda gara-gara kanker yang diderita istriku. Namun saat aku hendak menyalakan batang rokok berikutnya, suara ibu mertua mengagetkanku.
"Bertengkar lagi ya Hen," lirih suara ibu mertuaku terdengar.
Wanita itu ternyata telah berdiri tak jauh dari tempat aku duduk di kegelapan kandang ayam.
"I.. Ibu belum tidur? Maafkan saya Bu," ujarku sedikit tergagap.
"Bukan kamu yang salah. Tetapi memang Neni yang keterlaluan. Padahal ibu sudah berkali-kali mengingatkan," katanya lagi seolah menyalahkan diri sendiri.
Ibu mertuaku mendekat dan duduk menjejeriku di kursi panjang. Mungkin ia tidak enak dengan sikap putrinya itu.
"Saya emosi karena Neni lebih senang kalau saya tidur dengan pelacur. Saya pusing sekali..,"
"I.. Iya Ibu tahu. Pasti kamu sangat pusing," ujarnya lirih mencoba memahami perasaanku.
Sasaat kami hanya diam membisu. Aku dengan pikiranku yang kesal dengan ulah istrik. Sedang ibu mertuaku? Entah menerawang kemana pikiranbnya. Sampai akhirnya, "Kalau mau ibu punya usul.., ta.. tapi," ibu mertuaku nampak ragu untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Usul apa Bu? Katakan saja..,"
"Begini. Dulu, kalau ibu hamil muda, bawaannya enggan melayani bapaknya Neni. Bahkan dipaksa pun ibu menolak. Dan itu berlangsung sampai tiga bulan. Maka bapak jadi tidak kuat. Akhirnya sebagai jalan keluar, setiap ingin bapak minta itunya dikocok oleh tangan ibu sampai keluar," ujar ibu mertuaku.
"Saya sudah minta begitu Bu, tetapi Neni tetap tidak mau," kataku menukas.
Ibu mertuaku terdiam. Ia ingin menyampaikan sesuatu tetapi terlihat ragu. Wajahnya menunduk. Sampai akhirnya, "Hen, ibu kasihan sama kamu. Biarlah ibu yang bantu mengocok, biar pusingnya hilang," ujarnya lirih.
Sungguh aku sangat senang dengan tawaran ibu mertuaku. Daripada mengocok sendiri sambil membayangkan paha dan pantat besar ibu mertuaku. Kini dia yang malah menawarkan diri untuk mengocok kontolku. Pasti lebih asyik, pikirku.
"Te.. Terus kapan Bu? Saat ini kepala saya sangat pusing." Memang sejak tadi gairahku naik cukup tinggi.
"Sekarang juga boleh," katanya menawarkan.
Tadinya ibu mertuaku mau melakukannya di tempat kami duduk di dekat kandang ayam. Tapi kutolak dengan alasan kurang leluasa dan tempatnya kurang nyaman. Akhirnya kami sepakat melakukan di kamar tamu, karena di kamar yang ditempati ibu mertuaku ada Lani putriku. Ibu memintaku untuk lebih dulu mengecek apakah Neni sudah pulas apa belum. Katanya, nggak enak kalau sampai Neni tahu. Dan Neni ternyata sudah pulas mendengkur hingga aku langsung menyusul ibu mertuaku ke kamar tamu.
Di dalam kamar, ibu mertua menungguku duduk di tepian ranjang. Tapi ia nampak canggung, mungkin malu atau entah apa yang membersit di kepalanya. Namun aku tak peduli dan segera kulepaskan sarung dan baju kaos yang kukenakan. Dengan rudal yang telah tegak mengacung dan tubuh bugil telanjang bulat aku duduk merapat ke ibu mertuaku.
"Ayolah Bu, biar pusingku hilang. Katanya mau mengocok?" kataku sambil menarik tangan ibu mertuaku dan menempelkannya di penisku.
Melihat kontolku yang ukurannya lumayan besar dan telah tegak mengacung, wanita itu agak tertegun melihatnya. Wajahnya kian tertunduk tapi kuyakin ia mengagumi alat kejantananku itu. Mengagumi kepala penisku yang membonggol dan batangnya yang cukup besar dihiasi urat-urat menonjol. Download vido bokep 
Bersambung...

Aku Dan Ibu Mertuaku - 2

23.jpg
"Dibandingkan milik ayah, besar mana Bu dengan punyaku?" Kataku mencoba menetralisir ketegangan.
Dengan reflek ibu mertua mencubit pahaku. Tapi ia tidak marah.
"Hushh.. Jangan ngomongin orang yang sudah meninggal. Tapi punya kamu memang jauh lebih besar. Sampai takut ibu melihatnya," ujar ibu mertuaku.
"Takut... apa seneng?" timpalku.
Ia mencubit lagi, tapi pelan saja dan tidak menimbulkan sakit. Selanjutnya, tangan ibu mertuaku mulai beraksi. Pertama kepala penisku dibelai-belainya dengan lembut, lalu usapannya turun ke kantung pelirku. Cara menyentuhnya benar-benar profesional dan menimbulkan sensasi luar biasa. Terlebih saat ia mulai menggenggam batang penis itu dan mengocoknya perlahan.
Disamping mengocok, terkadang tangan ibu mertuaku seperti meremas gemas batang penisku. Akupun mendesah, menggelinjang menahan nikmat.
"Ahh.. Sshh.. Enak sekali Bu..,. Oohh," rintihku tertahan.
Tanpa sadar aku telah mendekap ibu mertuaku. Wajahku yang membenam di lehernya membaui aroma wangi cologne yang biasa dipakai istriku hingga gairahku kian terpacu. Dan ah, ternyata ibu mertuaku tidak mengenakan BH. Aku tahu karena lenganku yang mendekap tubuhnya menyentuh bukit lembut di balik daster yang dikenakannya. Maka segera saja susu ibu mertuaku itu kugerayangi.
Meski aku menggerayang dari luar dasternya, tapi kuyakin buah dada ibu mertuaku lebih besar dibanding milik Neni istriku. Hanya agak lembek dan kendur. Bentuknya juga sudah merosot dan menggelantung karena putingnya berada agak di bawah. Sambil menahan nikmat oleh kocokkan dan elusan mengasyikkan tangannya pada kontolku, kubelai dan sesekali kuremas payudara ibu mertuaku. Bergantian kiri dan kanan.
Tak puas hanya menggerayangi dari luar bajunya, tanganku mulai mencari-cari kancing dasternya dan langsung kubukai. Namun ketika tanganku hendak menelusup merogoh masuk melalui bagian atas dasternya yang telah terbuka, ia seolah mencegah.
"Ibu sudah tua Hen, punya ibu sudah jelek dan kendur," katanya seperti mengingatkan tapi tidak mencoba mencegah tanganku yang telah menelusup masuk.
Dulu susu ibu mertuaku pasti sangat montok dan mancung bentuknya. Pasti almarhum ayah mertuaku senang membelai, meremas atau meneteknya. Kini di usianya yang telah 53 tahun, memang sudah agak kendur. Namun tetap tidak mengurangi gairahku untuk meremasinya. Apalagi putingnya juga besar menonjol, hingga aku jadi gemas untuk memilinnya dengan telunjuk dan ibu jariku. Nafas ibu mertuaku mulai memberat setiap aku memilin-milin putingnya. Dengus nafasnya menerpa wajahku yang berada sangat dekat dengan wajah ibu mertuaku.
"Hen, lama banget punya kamu keluarnya. Ibu sudah pegel nih mengocoknya," perlahan ibu mertuaku berujar.
Sebenarnya itu siasatku saja karena sejak tadi pertahananku sudah hampir jebol tetapi selalu kutahan.
"Kalau begitu ibu berhenti dulu deh, gantian aku yang kerja," kataku sambil turun dari ranjang lalu mengambil posisi berjongkok di depan kaki ibu mertaku yang menjuntai.
"Kamu mau apa Hen?!"
Ia sangat kaget ketika aku menyingkapkan dasternya dan mencoba merenggangkan posisi kakinya.
"Aku ingin lihat punya ibu," balasku.
Tadinya ibu mertuaku mencoba bertahan agar posisi kakinya tetap terhimpit. Namun karena aku memaksa, himpitannya mulai mengendor.
"Ibu nggak pakai celana dalam Hen. Jangan, ibu malu," katanya lagi tetapi membiarkan tanganku merenggangkan kedua kakinya.
Dari balik dasternya yang tersingkap sangat lebar, ternyata benar. Di samping tidak mengenakan BH, ibu mertuaku juga tidak memakai celana dalam. Di antara pahanya yang membulat putih montok, kemaluannya terlihat membusung lebar. Tetapi tanpa rambut, nampaknya ibu mertuaku rajin mencukur. Bibir kemaluannya agak tebal dan berwarna agak kecoklatan. Kontras dengan celahnya di bagian agak ke dalam yang berwarna merah muda. Pasti ayah mertuaku dulu sering mengentotnya dan dari lubang inilah Neni dilahirkan.
Jakunku turun naik dan berkali-kali aku meneguk air liur melihat pemandangan menggairahkan itu. Tak tahan cuma hanya melihatnya, aku mulai menyentuh dan menggerayangi kemaluannya. Kuusap-usap dan kubelai memeknya yang membukit dan menggairahkanku itu.
Sudah enam bulan lebih aku tak menyentuh bagian paling merangsang milik wanita ini atau sejak istriku selalu menolak kuajak berhubungan suami istri. Ternyata, memek gundul tanpa rambut juga lebih merangsang. Aku membelai memeknya sambil mulutku menciumi paha montok ibu mertuaku. Ibu mertuaku menggelinjang, mendesah menahan gairah. Dan sejauh itu, ia membiarkanku meluahkan gairahku yang telah cukup lama disapih dalam segala hal oleh Neni, istriku.
Namun ketika ciumanku mendekat ke selangkangannya, ibu mertuaku sedikit berontak. Tangannya menahan kepalaku agar mulutku tak menempel di bibir kemaluannya.
"Iihh... Mau diapain Hen? Jangan ah, kotor," katanya.
Apakah ia tidak pernah mendapatkan oral seks? Mungkin saja, karena ayah dan ibu mertuaku tergolong produk lampau. Berpikir begitu aku jadi nekad untuk memperkenalkan jilatan lidahku yang sering membuat istriku kelojotan bak cacing kepanasan. Kutekan keras kepalaku untuk mengalahkan penolakan ibu mertuaku sampai mulutku menyentuh memeknya.
Memek ibu mertuaku tidak berbau, nampaknya ia rajin merawatnya. Saat lidahku mulai menyapu bibir kemaluannya, penolakannya mulai mengendur. Bahkan kuyakin ia mulai menikmatinya ketika lidahku menelusup ke celah memeknya dan menjilati kelentitnya. Ia mengerang dan merintih tertahan.
"Gimana Bu, enak kan?" ujarku sambil terus menjilat dan menyapu lubang nikmat ibu mertuaku.
Bahkan sesekali kucerucupi dan kusedot-sedot kelentitnya. Ia terus mendesis dan mengerang menahan nikmat.
"Aahh..,. Sshh..,.. Enak sekali Hen, oohh. Ibu baru merasakan yang seperti ini Hen.., oohh..,.. Sshh..,.. Aakkhh," erangnya tertahan.
Lubang memek ibu basah, banjir oleh campuran ludahku dan cairan yang keluar dari vaginanya yang terasa asin. Rintihan dan erangan ibu mertuaku membuat gairahku kian terpacu. Aku juga takut ia mendahului mencapai klimaks dengan oral seks dan menjadikannya menolak untuk disetubuhi. Maka di tengah erangan dan rintihannya yang tak putus-putus, aku langsung berdiri.
Kakinya yang menjuntai ke bawah ranjang makin kurenggangkan dan kontolku yang tegak mengacung kuarahkan ke liang sanggamanya. Kepala penisku yang membonggol besar kugeser-geserkan di bibir kemaluannya yang merekah lalu perlahan kudorong masuk. Bblleess, sekali tekan amblas terbenam batang penisku. Karena di samping banyak cairan pelicin yang bercampur ludah, nampaknya lubang memek ibu mertuaku sudah cukup longgar.
Ibu mertuaku yang tadinya tiduran bangkit seperti terkaget dan seolah hendak memprotes tindakanku.
"Hen..,. Ja.. Jangan! Aa.. Aku ibu mertuamu Hen, ja.. Ja..,.. Aahh.. Oohh..,.. Sshh..,.. Akkhh," tetapi protesnya berubah menjadi erangan dan ungkapan kenikmatan setelah aku memaju mundurkan penisku di lubang vaginanya.
Susu ibu mertuaku yang besar ikut terguncang-guncang setiap kali penisku keluar masuk di lubang nikmatnya. Tubuhnya tergetar dan matanya membeliak-beliak dengan mulut yang terus mendesis. Tampaknya ia sangat menyukai sodokan-sodokan kontolku yang menghujami memeknya.
Sebenarnya aku ingin sekali meremasi susu ibu mertuaku yang terguncang-guncang menggemaskan itu atau mengulum putingnya yang mencuat coklat kehitaman. Ingin pula kulumat bibirnya yang membasah. Namun karena ingin memberi kesan yang baik padanya, aku berusaha sekuat tenaga untuk dapat memuaskannya. Hunjaman kontolku di lubang nikmatnya kadang kupercepat dan kadang kumainkan dalam tempo lambat.
Sambil terus menyodok-nyodok memeknya, sesekali kelentitnya yang mencuat kumainkan dengan jari telunjukku yang telah kubasahi dengan ludah. Variasi yang kulakukan membuat ibu mertuaku semakin kelabakan. Pinggulnya diangkat seperti hendak menyongsong sodokan kontolku. Rintihan dan erangannya semakin keras. Untung pintu kamar sudah kukancing dari dalam dan istriku pulas tertidur.
Akhirnya, tubuh ibu mertuaku mengejang.
"Ohh.. Ahh.. Shh.. Aakkhh enak sekali Hen, ibu nggak tahan mau keluar ahh.. Ahh," nampaknya ia hendak mendapatkan orgasmenya.
Maka dengan cepat kupacu sodokan dan hunjaman kontolku di memek ibu mertuaku. Hingga ia seperti melolong dan merintih menahan nikmat. Aku baru berhenti setelah kulihat matanya membeliak dan hanya terlihat bagian putihnya dan tangan ibu mertuaku mencengkeram keras kain sprei tempatnya berbaring. Kubiarkan ibu mertuaku terkapar menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru didapatnya dengan nafas yang masih memburu.
Aku keluar menuju kamar mandi. Aku ingin membersihku rudalku yang masih tegak mengacung selagi ibu mertuaku masih terkapar. Batang kontolku terasa lengket belepotan oleh lendir dari memek ibu mertuaku. Juga sambil menengok Neni di kamarnya, takut ia terbangun. Saat aku kembali, ibu mertuaku sudah berdiri dan bermaksud keluar kamar hingga aku mencegahnya. Download vido bokep 
Bersambung...

Aku Dan Ibu Mertuaku - 3

24.jpg"Bu saya masih ingin. Saya belum keluar nih," kataku berbisik sambil meremas pelan susunya. 
"Iya.., ibu hanya ke kamar mandi sebentar kok," ujarnya sambil mencubit tanganku yang nakal.
Tidak begitu lama ia kembali masuk kamar. Tidak seperti di babak pertama dimana ibu mertuaku agak canggung, di babak kedua dia lebih santai. Ia sama sekali tidak menolak ketika tubuhnya langsung kupeluk dan kulepaskan handuk yang melilit tubuhnya.
Bahkan masih sambil berdiri, ketika tanganku menggerayangi pantatnya yang besar dan meremas-remasnya, ia membalas dengan meremasi dan mengocok kontolku yang mengacung. Pantat ibu mertuaku agak basah dan ada wangi sabun mandi yang merebak. Pasti ia telah menyabuni bagian bawah tubuhnya saat di kamar mandi.
Lepas dari pantatnya, aku mulai menggerayangi buah dadanya. Susunya yang bentuknya mirip pepaya menggelantung itu, kendati ukurannya cukup besar tetapi terasa lembek dalam remasan tanganku. Ia mulai mendesah saat mulutku mulai meneteknya. Putingnya yang berwarna coklat kehitaman terasa mengeras dalam hiasapan mulutku. Ah, sudah lama aku tidak menetek susu Neni istriku. Maka meski payudara ibu mertuaku sudah lembek, aku tetap dengan rakus meneteknya.
Saat tubuhnya kudorong ke ranjang, ia langsung tiduran telentang. Pahanya dibuka lebar mengangkang hingga kemaluannya yang besar membukit tempak merekah menanti batang zakarku. Tampaknya ibu mertuaku hanya mengenal posisi konvensional dalam bersetubuh.
"Ibu jangan mengangkang, nungging saja. Biar saya tusuk dari belakang," kataku.
"Memang bisa Hen? Ada-ada saja kamu," ia memang tampak kaget dengan posisi doggy style yang kuminta.
Tetapi tanpa menolak, wanita berusia 53 tahun itu langsung memenuhinya. Dalam posisi menungging, pantat ibu mertuaku tampak lebih merangsang. Besar dan menggunung. Lubang anusnya coklat kehitaman, sementara kemaluannya yang gundul nampak menyembul di bagian bawah di antara kedua pahanya.
Tanpa menunggu terlalu lama, aku yang memang sudah cukup lama menahan gairah langsung mengarahkan kepala penisku ke lubang nikmatnya dari belakang. Mula-mula hanya kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya lalu sedikit demi sedikit kutekan, hingga kepala penisku yang membonggol besar mulai masuk. Setelah mendapatkan jalan, langsung kudorong hingga amblas terbenam sampai seluruh batangnya melesak ke dalam. Ibu mertuaku agak tersentak dan tubuhnya sedikit mengejang.
Mengentoti ibu mertuaku dengan menusuk dari belakang ternyata lebih menggairahkan. Sambil mengokocok-kocok lubang memeknya dengan batang penisku, aku bisa meremasi pantatnya yang besar. Sesekali kuulurkan tanganku untuk menggerayang dan meremas susunya yang menggelantung dan terayun-ayun. Wanita itu kembali mendesah dan terkadang merintih. Nampaknya ia mulai merasakan nikmatnya sodokan batang penisku. Aku jadi tambah bersemangat, sodokanku semakin kupercepat.
"Ahh.., ah.. Ah, Hen enak sekali punyamu Hen. Kontolmu enak banget, ah... ah..... Sshh.. aakkhh," mulut ibu mertuaku terus meracau.
Mendegar lenguhan dan desahannya yang bak orang kepedasan, aku kian bersemangat. Aku ingin ia benar-benar puas oleh layananku. Syukur kalau sampai ketagihan. Hingga tak perlu pusing walau Neni mangkir melayani kebutuhan biologisku. Kocokkan kontolku di memek ibu terus kupercepat sampai menimbulkan bunyi yang khas.
Cloop.. Cloop.. Cloop. Dan bunyi khas itu benar-benar ikut menyemangatiku untuk terus menancap dan menarik rudalku di dalam lubang nikmatnya. Sampai akhirnya, pertahannan ibu mertuaku kembali jebol. Kembali ia meraih orgasmenya hingga tubuhnya kembali mengejang dan akhirnya tubuh mertuaku ambruk tengkurap di kasur.
"Ibu capai Hen, istirahat sebentar yah. Kamu kuat banget dan punyamu juga besar banget, Neni beruntung bersuamikan kamu," di sela nafas beratnya.
Keringat terlihat mengucur di dahi dan tubuhnya. Ia pasti kelelahan. Selama ibu tengkurap melepas lelah, aku juga memanfaatkannya untuk memulihkan tenaga dengan tiduran di sampingnya. Aku tidak tega kalau harus memaksakannya terus melayaniku meskipun sebenarnya tadi hampir kuraih ejakulasiku.
Namun melihat ketelanjangan tubuh mertuaku, tanganku seperti tak mau diam. Bongkahan pantatnya yang besar membusung mengundangku untuk meremas-remas dengang gemas. Bahkan sesekali jari tengahku sengaja menelusup di antara buah pantatnya dan kumasukkan ke dalam lubang memeknya. Akibatnya ia menggelinjang dan membalikkan tubuh menjadi telentang.
"Geli Hen, tangan kamu nakal!" Ujarnya sambil memencet hidungku.
Kembali bagian tubuhnya yang mengundang gairahku langsung menjadi sasaran tanganku. Perut mertuaku yang sudah tidak rata bahkan sedikit bergelombang kuusap. Lalu susunya yang sudah agak kendur kuremas dan kupilin pentilnya yang besar. Namun saat aku bangkit dan hendak menindihnya ia mencegah.
"Kamu telentang saja. Sekarang giliran ibu yang melayani kamu. Tapi ibu ke kamar mandi sebentar," ia bangkit dan langsung keluar ke kamar mandi.
Saat mertuaku kembali, ia membawa termos yang biasa untuk menyimpan air panas, baskom plastik dan handuk kecil. Tidak mungkin ia akan membuatkan kopi dengan peralatan seperti itu. Tetapi untuk apa?
Pertanyaan itu terjawab setelah ibu mertuaku kembali telanjang dan mulai menjalankan aksinya. Ternyata, handuk kecil itu setelah dicelup air hangat digunakan untuk menyeka tubuhku seperti mengompres tetapi dilakukan di sekujur tubuh. Dimulai dari telapak kaki terus naik ke atas dan menyeka hampir seluruh permukaan kulitku. Hanya wajah dan rambutku yang tidak dikompresnya.
"Enak kan Hen? Ini membuat peredaran darahmu menjadi lancar dan menambah semangat," katanya sambil terus menyeka bagian-bagian tubuhku.
Aku merasa sangat dimanjakan olehnya.
"Dulu Bapak (maksudku almarhum ayah mertuaku) juga suka dibeginikan kalau main sama ibu?"
"Ini idenya malah dari bapak," jawab ibu mertuaku.
Tubuhku terasa sangat segar dan gairahku kian meninggi setelah diseka seluruh permukaan kulitku dengan handuk hangat. Terakhir, secara khusus ibu mertuaku mengompres cukup lama kontolku yang masih tegak mengacung. Bahkan biji-biji pelirku pun ikut disekanya juga sampai ke lubang duburku.
Dan puncaknya, setelah handuk dan baskom diletakan di meja, giliran mulutnya yang digunakan untuk mengerjai kontolku. Dijilat-jilatnya kepala penisku yang membonggol besar, lalu dikulum dan dimasukannya ke mulutnya. Hanya setengah batang penisku yang berhasil masuk ke mulut ibu mertuaku. Mungkin terlalu panjang ukurannya. Tetapi terasa sangat nikmat saat ia mulai menghisap-hisapnya.
"Aakhh..... Enak sekali Bu. Sshh.. Oohh," rintihku tertahan.
Hisapan dan jilatan mulut Neni tak sampai senikmat ibu mertuaku. Tidak hanya batang penisku yang disosor dengan mulutnya. Namun biji pelirku pun ikut dikulum dan diseka dengan lidahnya. Bahkan, lidah ibu mertuaku bergerilya menyeka sampai ke lubang duburku. Nikmatnya tak terkira. Aku menggelinjang, tubuhku meliuk-liuk menahan nikmat.
"Aahh, sshh.. Aahh, enak sekali Bu. Ouuhhkhh.. Sa... sa.. Saya mau keluar Bu," rintihku akhirnya karena tak mampu menahan gairah lebih lama.
Ibu mertuaku langsung tanggap. Dihentikannya kuluman dan jilatan pada penisku. Diambilnya posisi berjongkok persis diatas pinggangku dengan kedua kaki berada diantara tubuhku yang telentang. Kulihat memeknya yang ukurannya cukup besar nampak membuka lubangnya lalu ia mulai menurunkan pantatnya.
Kurasakan bibir kemaluannya menyentuh kepala penisku yang tegak mengacung. Dan akhirnya, bblleess.. Batang kontolku masuk ke kehangatan lubang memeknya. Aku kembali mengerang menahan nikmat yang kudapatkan.
Terlebih saat ibu mertuaku mulai menaik turunkan pantatnya. Nikmat yang kurasakan terasa semakin menggila. Mungkin juga karena sudah cukup lama aku tidak bersetubuh sejak Neni istriku menolak melayani. Hanya yang pasti memek ibu terasa lebih mantap, kesat dan lebih menjepit.
Sesekali ibu mertuaku berhenti menaik turunkan pantatnya berganti gerakan dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya secara memutar. Sepertinya ia ingin mengeluarkan semua jurusnya untuk memuaskan dahagaku. Aku semakin kelimpungan dibuai kenikmatan yang diberikan.
Satu hal yang tidak kutemukan pada Neni, istriku, memek ibu mertuaku terasa lebih legit. Dinding bagian dalam kelaminnya mampu meremas dan mengempot batang kontolku, setiap kali ia menggoyang pantat dan menekannya. Puncaknya, ketika goyangan pantat mertuaku semakin cepat, gairahku semakin tak tertahan. Download vido bokep 
Bersambung...

Aku Dan Ibu Mertuaku - 4

25.jpg
Tubuhku mengejang dan batang kontolku berkejut-kejut di lubang nikmat ibu mertuaku menyemburkan mani dalam jumlah sangat banyak. Di saat bersamaan, nampaknya ibu mertuaku juga kembali mendapatkan orgasmenya yang ketiga sampai akhirnya kami sama-sama terkapar.
Sejak itu, aku dan ibu mertuaku selalu mengulang permainan panas yang memabukkan. Aku tak lagi harus menahan derita pusing kepala karena Neni tak mau memberi jatah layanan ranjangnya. Dan ibu mertuaku, nampaknya juga sangat menikmati. Layaknya suami istri, kadang bahkan ibu mertuaku yang meminta.
"Punya kamu marem banget sih Hen, jadi ibu suka ketagihan," ujarnya memberi alasan.
Tetapi ia tetap berusaha keras untuk selalu bersikap wajar di hadapan Neni hingga perbuatan kami lancar-lancar saja dari waktu ke waktu.
Seperti malam itu, aku harus lembur sampai malam dengan komputerku. Karena besok sejumlah laporan harus sudah tersaji di meja pimpinan. Namun baru saja aku mau mulai menyelesaikan berkas terakhir yang harus kukerjakan, pintu kamar tamu tempatku bekerja kudengar dibuka. Ibu mertuaku masuk, membawa segelas besar kopi panas dan pisang keju kegemaranku.
"Masih banyak lemburannya Hen, itu kopinya diminum dulu biar seger," ujar ibu mertuaku sambil memijat pundakku dari belakang.
Sikapnya yang lembut dan penuh perhatian layaknya istri yang berbakti kepada suami membuatku senang bermanja padanya. Sambil menyandarkan tubuh kunikmati pijatan tangannya yang lembut.
"Eehh kok malah kesenengan, nanti ketiduran. Itu kopinya diminum dan lanjutin kerjanya, nanti nggak selesai. Ibu mau lihat Lani di kamar," ujarnya lagi ketika melihatku terkantuk-kantuk karena pijatannya.
Namun sebelum ia keluar kamar aku sempat meraih tangannya. Kutarik dan kupaksa duduk di pangkuanku. Kupagut bibirnya dan tanganku langsung meliar ke bagian tubuhnya yang paling kusuka. Dibalik dasternya, mertuaku ternyata tidak memakai BH maupun celana dalam. Kuremas pelan buah dadanya dan kupilin-pilin putingnya. Sementara telapak tanganku yang lain telah berhasil menelusup ke selangkangannya dan menemukan kemaluannya yang tidak terbungkus CD.
"Ibu sudah kepingin ya. Kok nggak pakai BH dan CD?" ujarku berbisik di telinganya.
Jari tengah tanganku telah berhasil masuk ke lubang vaginanya. Terasa hangat dan basah. Ia menggelinjang dan kurasakan jemari tangannya telah mencengkeram penisku yang mulai bangkit. Aku memang hanya bersarung dan juga tidak pakai CD.
"Tapi kamu kan lagi kerja Hen," ia menjawab lirih sambil mendesah.
Besar juga nafsu ibu mertuaku ini, pikirku dalam hati.
"Sudah hampir rampung kok Bu. Biar pagi-pagi sebelum berangkat saya selesaikan," kataku.
Nafsu ibu mertuaku memang benar-benar besar. Tak kusangka wanita seusia dirinya masih memiliki gairah yang cukup tinggi. Terbukti, setelah melepas daster yang dikenakan ia langsung memerosotkan kain sarung yang kukenakan. Rudalku yang telah tegak mengacung dijadikan sasaran. Wanita yang kini bertelanjang bulat itu, sambil berjongkok mulai mengelus dan mengocok pelan penisku.
"Punya kamu besar banget dan kekar Hen. Ibu benar-benar ketagihan," katanya sambil mengagumi kejantananku yang notabene adalah menantunya.
Tak puas hanya meremas dan mengocok, ia mulai melumat batang penisku dengan mulutnya. Disapu-sapunya sesaat kepala penisku dengan lidahnya, lalu dikulumnya dengan nikmat tongkat komandoku itu. Luar biasa nikmat kuluman ibu mertuaku terlebih ketika ia mulai menghisap-hisapnya. Aku menggelinjang menahan gairah dan kenikmatan yang diberikan.
"Aakkhh.. Enak banget Bu. Oohh.. Ya.. Ya terus ahh terus.. Terus hisaapp aahh," rintihku sambil memegangi dan meremas rambut kepala ibu mertuaku.
Aksi mulut ibu mertuaku di selangkanganku semakin menjadi. Setelah melepaskan kulumannya pada batang penisku, ia mengalihkan sasarannya di kantong kemenyan kontolku. Biji-biji pelirku dicerucupinya dengan lahap. Bahkan, tanpa sungkan, lubang anusku ikut dijilatinya sekalian. Aku jadi kelabakan menahan nikmat tak terkira. Terlebih ketika ujung lidahnya seperti hendak menyodok menerobos masuk ke lubang duburku. Pertanahanku nyaris jebol kalau saja tak segera kuhentikan aksinya itu.
Kami berganti posisi, kuminta ia duduk mengangkang di kursi yang tadi kududuki. Kemaluan ibu mertuaku nampak besar dan cembung. Kelimis tanpa rambut, nampaknya baru habis dicukur. Bibir kemaluannya yang tebal coklat kehitaman nampak berkerut-kerut. Mungkin begitulah kalau memek sudah sering dipakai. Namun tidak menghalangi gairahku untuk segera melahapnya. Mulutku langsung menciumi dan mencerucupinya. Dan kugunakan lidahku untuk menyapu dan menjilatnya.
Ia menggelinjang, menahan nikmat akibat sentuhan mulut dan lidahku di liang sanggamanya. Lubang memek ibu mertuaku tambah basah akibat bercampur dengan ludah yang keluar dari mulutku. Sesekali kelentitnya kujepit dengan dua bibirku dan kutarik-tarik. Lalu kuhisap dan kusedot.
"Aauuww.. Hen, kamu apakan ibu? Ahh.. Enak banget Hen. Ibu nggak pernah merasakan yang seperti ini sayang. Ya.. Ya.. Terus.. Terus hisap dan jilat sayang. Ibu bisa gila Hen.... Ya.. Ya.. Aahh.. Sshh aahh..... Nikkhhmmaatt," rintih ibu mertuaku.
Reaksinya makin menjadi ketika lubang duburnya yang kujadikan sasaran jilatan lidahku. Ia menggelepar seperti cacing kepanasan dan mulutnya menceracau tak karuan.
"Oohh..,.. Ibu enak banget Hen, teruss.. Eenaakk.. Sshh. Terus jilat sayang..,.. Ya.. Ya.., terus jliat. Enakk sayang..,. Aahh.. Enak banget," ia merintih sambil menjambaki rambutku.
Aku takut suara ibu sampai membangunkan Neni di kamarnya. Maka untuk mengurangi suara berisiknya, kusodorkan jari telunjuk tangan kananku ke mulutnya agar ia menghisapnya.
Sesaat upayaku berhasil, setelah mulutnya tersumpal jari telunjukku. Mulutnya tidak lagi menceracau dan mendesis-desis seperti ular cari mangsa yang bisa membangunkan Neni. Bahkan ia mulai menghisap-hisap jariku yang membuatku semakin menikmati acara pemanasan itu. Tetapi ketika ujung lidahku mulai mencucuk lubang duburnya, reaksinya kembali menggila. Ia mengerang tertahan dengan suara yang cukup keras.
"Aakkhh..,.. Enaak bangeett Hen! Aakkhh, sshh ibu nggaak kuat..,.. Nggaakk kuat dan mau keluar Hen," rintihnya makin menjadi.
Aku tahu, itu pertanda ia tak dapat lagi membendung gairahnya. Tak ingin menyiksanya terlalu lama, segera kuhentikan jilatan lidahku di lubang anusnya. Lagian aku juga sudah ingin menikmati kelegitan vaginanya. Maka penisku yang telah tegak mengacung langsung kuarahkan ke kemaluan mertuaku. Kepala penisku yang membonggol besar kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya dan lalu kutekan. Bblleess.., sekali dorong langsung amblas tertelan di lubang nikmat itu.
Posisiku yang berdiri sementara ibu mertuaku duduk mengangkang di kursi sangat memungkinkanku untuk melakukan berbagai manuver. Maka dengan semangat 45 segera saja kugenjot tubuh mertuaku. Batang penisku langsung menyodok-nyodok, keluar masuk di dalam liang sanggamanya.
Sebagian bibir dalam vagina ibu mertuaku seperti ikut tertarik keluar bersama penisku dan kembali masuk ke dalam saat aku mendorongnya. Mungkin karena ukuran kontolku yang kelewat besar atau karena bibir bagian dalam vagina ibu mertuaku yang telah menggelambir. Namun terus terang vagina ibu mertuaku lebih enak dibanding milik Neni, anaknya yang juga istriku.
"Kontolmu gede banget Hen..,. Aahh.. Sshh.. Oouukkhh.. Punya ibu seperti mau jebol. Tapi bener-benar enak sayaang..,.. Aakkhh terus sayang.. Enak banget," mulutnya kembali menceracau.
"Saya juga suka sama memek ibu. Sshh.., aakkhh.. Tebal, keset dan legit. Saya suka banget ngentot sama ibu," ujarku tak mau kalah.
"Jadi meskipun Neni nggak mau melayani kamu nggak akan cari wanita lain kan?" Katanya lagi.
"Pasti Bu, kan sudah ada ibu! Kalau ibu mau terus melayani, saya akan terus sayang sama Neni dan ibu,"
"Tentu sayang, tentu. Ibu suka banget dientotin sama kamu Hen. Aahh..,. Aahh.. Sshh.. Ookkhh.. Enak bangat. Aahh.. Aahh.. Sshh.. Sshh.. Ibu mau keluar sayang.. Ya.. Ya terus sayang," mata ibu mertuaku kulihat mebeliak-beliak dan mulutnya makin mendesis.
Aku jadi kian semangat melihat ia telah hampir menggapai puncak kenikmatannya. Sodokan penisku di lubang memeknya semakin kupercepat sambil tanganku meremas gemas buah dadanya yang terguncang-guncang.
Akhirnya, seiring dengan puncak kenikmatan yang kudapat, kurasakan tubuh ibu mertuaku mengejang. Lalu memeknya terasa mengempot dan menyedot penisku.
"Ibu keluar.. Hen.. Aahh.. Aahh ibu keluar sshh.. Aahh enak banget sayang.. Enaakk.. Banget," rintihan ibu mertuaku meninggi karena telah didapat orgasmenya.
Akupun tak mau kalah, penisku berkedut-kedut di lubang nikmat ibu mertuaku. Pertahananku ambrol setelah maniku menyembur di memek ibu.
"Saya juga keluaarrhh Bu.., aahh.. Sshh..,.. Ssh ayo jepit Bu terus jepit dengan memek ibu, aahh enakk banget.. Sshh.. Aahh.. Aakkhh."
Suasana hening sesaat. Karena kecapaian akhirnya kami pulas tertidur sambil berpelukan. Entah sampai kapan hubungan sumbang kami ini akan berakhir. 
 Download vido bokep 

Aku Dan Adik Laki Lakiku - 1

20.jpg
Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sedang kuliah di sebuah universitas negeri terkenal. Asalku sendiri sebenarnya dari Surabaya. Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU Negeri terkenal di Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, tidak terlalu besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang cukup membuat hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk. Tingginya sekarang saja sudah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis. Sedang aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk cantik (buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus sedikit, tapi payudaraku tumbuh sempurna.
Sebenarnya aku hanya punya satu adik laki-laki dan satu kakak perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody adalah anak pamanku yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang saat itu masih berumur kurang dari dua bulan. Papa mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini adalah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya membuat nyaris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan menganggapnya sebagai si bungsu.
Dody adalah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering mengunci pintu kamar mandi kalau aku sedang mandi, atau kami berduel seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kuliah, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun kemudian Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan punya NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.
Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya panah asmara. Yang kuincar adalah seorang cowok kakak angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dari Dody), badannya bagus banget, pintar sepertinya, dan dari cerita-cerita yang pernah kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.
Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digariskan papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti. Untungnya Pin-pin ternyata memang benar-benar cowok yang sempurna, dia hanya berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa ternyata baru aku tahu dikemudian hari, ternyata tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja, dikemudian hari ada peristiwa yang membuatku memandang lain padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah saat aku sedang kuliah. Padahal dia baru kelas 2 SMA.
Kejadiannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku berangkat ke kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak memakai motorku sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak rambutnya dan pamit.
"Berangkat dulu ya!"
"Hmm", wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sedang siaran.
"Mbak, bawa oleh-oleh ya!"
"Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha", sambil berlari aku keluar rumah.
"Makan tuh kucing.."
Pin-pin sudah siap dengan motornya dan segera kami berangkat. Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku berangkat setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat temanku. Padahal besok mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, kebetulan tutorialnya diundur satu jam lagi, padahal pula Pin-pin harus segera pulang. Akhirnya aku minta dianterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya berangkat sendiri.
Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha membukanya tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terbuka sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukanya dan mengambil buku dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun menyaksikan pemandangan di depanku.
Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan jaketku, sementara di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terbuka, dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pahanya terbuka, dan karena posisi jongkoknya, aku melihat segaris lipatan selangkangannya yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membeliak terkena himpitan pahanya. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan yang tampak mengeras di balik celana pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.
Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam beberapa saat seakan tak percaya adik kesayanganku bisa berlaku seperti itu. Aku saat itu pun tak tahu harus bagaimana bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar marah.
"Kalian ngapain di kamarku?" aku berkata nyaris membentak.
Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda, terlihat dari bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh sesuatu dari dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.
"Belum.. ngapa-ngapain kok!"
Aku memegang telinganya dan menarik keluar keduanya dari dalam kamarku.
"Kamu bisa pulang sendiri tho, Dik!" aku berkata setengah membentak pada teman ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlari masuk ke kamar Dody seperti sudah biasa saja dan sebentar kemudian keluar dengan memakai pakaian sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia berhenti dan menunduk. Ceweknya itu (di kemudian hari aku ketahui namanya adalah Chintya, murid sebuah SMP swasta), keluar dari pintu depan dan berlari di jalan depan rumah.
"Duduk!"
"Sudah berapa kali kamu melakukan itu?"
"Kamu udah begituan beneran?" dan berondongan pertanyaan lain yang seperti senapan mesin tak sanggup membuatnya menjawab. Dody, masih bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa saat kemudian tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.
Tiba-tiba yang teringat olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup membuatku bangkit dari dudukku dan duduk di sebelah kirinya dan memeluknya erat. Semakin dipeluk, semakin keras tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri memelukku sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara payudaraku. Kaki kanannya terangkat diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa merasakan batang kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak kurasakan bahwa batangannya itu mengeras tepat segaris dengan pahaku. Dia masih berada di antara kedua payudaraku.
Lama baru aku sadari, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, supaya dia tidak tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di atasnya sudah ada noda-noda itu. Dan hanya duduk di atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika sudah menyala, ketika sudah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda play.
Gambar pertama yang tampil sangat membuatku syok. Terlihat seorang bule sedang memegang batang kemaluannya. Dari ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di depannya yang sedang menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu adalah air pipis, dan seketika aku mual dan berlari masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu, kali ini adegannya seorang pria bule sedang memasuk-masukkan batang kemaluannya ke liang kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar sekali. Ceweknya kelihatan kesakitan dalam pandanganku. Aku segera mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil isinya keluar.
"Dody, ini VCD-mu!" aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.
Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.
Jadilah sore hari itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa tidur-tiduran di atas pahanya atau kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sedang naik perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya kepadaku.
Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody sudah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja dari jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain bagiku.
Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadari adikku ini memang seksi. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus terang seperti dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya sedang onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging bersama teman-teman, saat balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, saat lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali, sesekali menengadah.
Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dari balik rooster beton. Ketika tampak seluruh badannya, aku kembali tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang semakin tinggi. Dari balik lubang roster beton aku melihat adegan yang tak terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.
Dia memakai kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi justru membuatku terpaku adalah pemandangan di bawahnya. Celana pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertarik ke bawah sehingga menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol lotion (kalau nggak salah Sari Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di paha kirinya. Sedangkan sebagai fokus adalah tangan kanannya membentuk genggaman seperti sedang memegang raket dan bergerak-gerak teratur mengurut-urut batang kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan dan tampak dari tangan dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang tidak tertutupi oleh pakaian, seperti mengeras dan mengejang. Aku belum pernah membayangkan ada peristiwa seperti itu. Sebenarnya dari membaca aku sudah memiliki pengetahuan tentang seks umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.
Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sedang melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku saat itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sedang terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak semakin cepat, kulit penisnya yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertarik-tarik seiring gerakan mengurutnya. Kepala penisnya yang tampak seperti jamur merang tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di kemudian hari baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).
Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar sudah dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di tempatku berdiri. Semakin cepat dan semakin cepat.
Tak berapa lama kemudian gerakannya melambat beberapa saat dibarengi oleh suaranya yang terdengar seperti mengerang atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan sehingga nyaris mendekatkan pusarnya ke ujung penisnya. Gerakan tangan kanannya kemudian tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali dan sekian detik kemudian aku menyaksikan dari ujung penisnya keluar cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot seperti orang meludah tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci. Otot di tangannya tampak mengeras, begitu juga pantat di balik celana dalamnya tampak mengejang sehingga terlihat dari samping seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku sedang meregang di sana. Itu cukup membuatku terdiam dan baru tersadar ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar, menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap. Download vido bokep 
Bersambung...

Aku Dan Adik Laki Lakiku - 2

21.jpg
Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian tadi. Adikku yang tersayang telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemarin masih suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk batang kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu batang kemaluan paling besar dan panjang adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemudian hari kuketahui bahwa memang ada batang kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sedang itu.
Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemudian terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa membayangkan kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya batang kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membuat shok. Apalagi dalam keadaan sedang berfungsi seperti itu.
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terbuka dan melihat Dody sedang memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di pintu.
"Eh.. Mbak.. udah pulang ya?" tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.
"Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?" Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.
"Ke sini!" aku sedikit menguatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku memeluknya dan terdiam beberapa saat. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadari apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik daripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan nafsunya.
"Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!" dia pun bangkit dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.
Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan ceritaku. Saat itu Dody sudah naik kelas tiga dan aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membuatku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut orgasme atau tidak. Cuma setelahnya memang membuatku sayang banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan masturbasi juga. Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan cenderung jadi pendiam.
Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi semakin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja sudah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membuatku melayang dan membuatkan membiarkannya melepaskan pakaianku. Sering cumbuannya begitu merangsangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan batang kemaluannya sudah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sedang menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya sudah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku tersadar, bangkit dan mendorongnya perlahan-lahan, memeluknya sambil berbisik.
"Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?"
Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membaringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan nafsunya itu. Aku urut batang kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sari Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai saat ini (jika ukurannya sudah penetrasi atau belum).
Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore hari. Hari itu hari libur dan di kampus ada acara hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekalian berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin pulang. Pin-pin hanya mengantarku sampai depan rumah dan langsung pulang. Aku sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody sedang tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di luar tampak semakin deras saja.
Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan. Aku memakai piyama warna pink muda yang tadi aku sambar dari jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.
Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan memasukkan pakaian kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sementara itu hujan terdengar semakin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sementara itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan rakus sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak terdengar dari suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk batang seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri. Kaosnya agak terangkat sedikit ke atas sehingga perutnya terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu halus.
Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sedang tertidur. TV sedang menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian ada lagu dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun hanya diselimuti piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil dan menyelipkannya di antara pahaku dan merasakan hangatnya meresap ke dalam tubuku bagian bawah. Dody membalikkan badannya dan tengkurap dan terus tidur nyenyak.
Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar tertidur di sofa saat itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat berganti piyama, atau setidaknya memakai sesuatu di baliknya. Sehingga aku tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata sedang menyaksikanku dari jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku terangkat dan menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul terbuka lebar hanya sekian meter saja dari seorang anak muda yang sedang dalam puncak-puncaknya mencari pengetahuan tentang seks.
Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sedang dituntun Pin-pin sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku merasakan hanya kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak seperti puzzle. Pin-pin memelukku dan aku merasakan dadanya yang luas dan kuat sedang merengkuhku dengan hangat mengalahkan dinginnya hembusan angin gunung itu.
Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika jemari-jemarinya mulai meremas-remas payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke selangkangannya dan menemukan bahwa batang kemaluannya itu telah terbuka sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh urat-urat yang menonjol. Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang bulat. Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan mengucek klitorisku dengan cepat. Aku merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlarian di antara kami. Aku melihat senyuman Pin-pin dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan sesuatu yang hangat mulai masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhku melalui selangkanganku.
Gairahku semakin naik seiring dengan masuknya batang kemaluannya itu. Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya menghimpit payudaraku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika sesuatu menggelitik klitorisku. Tampaknya seluruh batangnya telah masuk. Dia mengangkat pahaku dan membukanya lebar-lebar sebelum dia menarik pinggulnya sehingga batangnya tertarik keluar perlahan-lahan. Rasanya mulai terasa nikmat. Aku merangkulkan tanganku ke lehernya dan tiba-tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan kuat.
Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terbuka lebar sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang tangan merangkul punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terbuka. Paha kananku terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sementara paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.
Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sedang bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara piyamaku yang terbuka sehingga membuat kedua tanganku berada di antara lehernya. Dadaku terhimpit kuat di bawah dadanya yang telanjang. Pinggulnya terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku meronta-ronta sambil menjerit tapi kembali bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku seperti tertelan suara hujan yang masih saja deras.
Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat. Gesekan-gesekan batang kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku. Antara rasa nikmat yang kadang-kadang sempat muncul dan rasa perih yang juga bersamaan terasa, membuatku benar-benar di bawah kungkungan nafsunya.
Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu saat Dody melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali menggesek-gesekkan batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dari kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.
Beberapa saat kemudian Dody seperti mengejang dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam liang kenikmatanku, sesuatu yang tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi dan bangkit sambil berteriak dan mendorong tubuhnya sehingga menekuk batang kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk sangat cepat ke dalam tubuhku.
"Dod.. jangan di dalam..!" Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan sejumlah besar sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.
Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku berlari masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejadian di sore hari itu membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-hari. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku justru di saat aku mulai menganggapnya berubah. Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku merasa salah juga saat itu mengapa memberikannya peluang, di saat aku betul-betul lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku, bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak spermanya yang masuk ke dalam liang kenikmatanku. Justru bukan di persenggamaannya aku terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang dilakukannya padaku itu. Juga aku bertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang keluar, bukankah aku sendiri merasa belum pernah melakukan itu.
Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat mendapatkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu. Aku takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah merasakanku sebelumnya. Sekarang Dody telah kuliah di Bandung dan kami jarang-jarang sekali ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu yang muncul setiap kali dia memandangku. Papa dan Mama selalu bangga pada kami berdua. Download vido bokep 
TAMAT

Aku Berselingkuh Dengan Ayah Tiriku

19.jpgSebelumnya aku ingin memperkenalkan diriku, namaku Liana. Mamaku seorang suster kepala di sebuah rumah sakit ternama, Mamaku ditinggal oleh papaku sejak aku kecil. Papa asliku adalah seorang tentara yang tewas dalam tugas.
Sejak ditinggalkan oleh papa, mama sering berganti ganti pasangan, karena dari dirinya merindukan belain kasih sayang dari seorang pria. Tidak jarang aku mendapati mama sedang bercinta di sofa di ruang tamu dengan pria yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Hal itu pulalah yang membuatku dewasa belum pada saatnya. Aku kehilangan keperawananku pada umur 13 karena aku jatuh cinta dengan pemuda berumur 19 yang bekerja di Mc Donald di dekat rumahku. Biarpun aku sudah rusak tetapi hubunganku dengan mama sangat baik. Dia yang mengajarkan aku bagaimana aku harus manjaga tubuhku, bagaimana caranya memuaskan pria dan sampai bagaimana untuk mengindari kehamilan. Aku sangat mencintai mamaku. Dia adalah idolaku. Aku tahu bahwa semua yang dia lakukan demi aku, dan aku selalu berdoa agar mama mendapatkan cintanya yang abadi.
Suatu hari mama mengajakku untuk makan malam. Dia bilang kalau dia mendapat kunjungan. Aku pun senang, karena berharap kunjungan itu dari seorang pria. Dan tebakanku pun benar. Frans seorang dokter muda yang cakap, tinggi tegap, berambut coklat tua dan tidak botak. Dia terhitung tampan dibanding dokter-dokter yang kukenal. Dia sangat ramah dan baik hati. Aku sangat menyukai Frans, demikian pula mamaku. Setengah tahun kemudian mereka pun menikah, dan aku masih ingat aliran air mata kebahagiaan mama. Di saat itu aku merasa bahwa doaku terkabulkan.
Hidup kami berubah dengan kehadiran seorang pria di keluarga kami. Aku tidak perlu lagi mengganti lampu yang rusak, atau memperbaiki saluran air yang mampet. Bahkan tingkat ekonomi kami pun meningkat drastis. Kini kami tinggal di rumah Frans yang cukup besar dan mewah untuk kami. Bahkan di ulang tahunku yang ke 18 dia membelikan sebuah mobil baru yang sebelumnya hanya ada di mimpi-mimpiku. Tidak hanya itu, tapi bertambah seringnya erangan nikmat yang setiap malam kudengar. Wajah mama sangat berseri-seri setiap pagi begitu juga Frans. Sampai terjadinya suatu peristiwa.
Aku masih ingat sekali peristiwa malam hari itu, Jumat tanggal 25 agustus 2000. Mama sedang pergi bersama teman-temannya selama akhir minggu. Frans hari itu mendapat undangan pesta bujang seorang temannya yang hendak menikah keesokan harinya. Aku sebagai remaja menikmati akhir minggu di diskotik hingga larut malam. Sepulang dari disko aku merasa lelah dan mabuk. Setiba di rumah aku langsung berendam air hangat di bath up, sambil menikmati musik di tengah remang-remang nyala lilin.
Tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka dengan cepat dan masuk Frans. Dia langsung menuju ke keran air dan membasahi kepalanya. Dia tidak sadar bahwa ada seorang gadis telanjang yang tergeletak di sebelahnya. Setelah dia agak tenang dia menegakkan kepalanya, dan dia menoleh ke arahku. Aku melihat adanya rasa kaget di matanya disamping rasa kagum. Dia hanya terdiam memaku memandangku. Ketika dia mencoba melangkah keluar aku pun memanggilnya.
Frans hanya diam sambil memunggungiku, kemudian dia pun kembali melangkah ke arahku dan duduk di tepi bath up. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba dia sudah bersamaku di bath up. Kami saling mengusap, saling membelai, saling mencium dan saling menggoda. Aku sadar bahwa alkohol mampunyai peranan penting di sini, tapi aku merasakan sensasi yang belum pernah aku alami. Getaran dan perasaan melayang yang belum pernah aku alami bersama puluhan pria lainnya. Frans dengan lembut menciumi tengkukku sambil dia mengangkat rambutku yang basah. Aku sangat menikmati jilatan lidahnya sambil mendesah nikmat.
Frans berbisik, "Nana, kau sangat cantik. Tubuhmu mengagumkan hmm,.."
Aku hanya diam mendesah. Tanganku yang sudah terampil sudah mencari mangsa. Langsung kubelai penisnya yang sudah tegang. Aku pun berbalik menghadapnya dan langsung mulai menjilati dadanya yang bidang, lalu turun ke perut dan langsung ke tujuan utama. Aku jilat pelan-pelan, aku hisap ujungnya, bijinya dan kemudian aku memasukkan semua batang kejantanan ayah tiriku ke mulutku. Mungkin ini yang disebut kenikmatan oleh pria, karena didikan mamaku aku mengerti apa yang selalu diinginkan oleh seorang pria. Lidahku menari-nari menjilati penisnya. Saat itu aku hanya mendengar gerangan nikmat dari mulut Frans, sembari kubelai-belai pangkal pahanya. Tiba-tiba dia mencengkeram tanganku dan langsung mengangkatku ke atas dadanya. Bibirnya mencari bibirku, hingga akhirnya bibir kami bertautan, saling panggut dan saling gigit. Tangannya beraksi di vaginaku, mencari titik lemah wanita, dan ohh,.. inilah yang dinamakan profesional.
Dia sebagai dokter mengenal setiap titik kelemahan seorang wanita. Dia meletakkan tubuhku di bagian pinggir bath up dan mengangkat kedua pahaku ke arah bahunya. Dia mencari vaginaku dengan mulutnya dan lidahnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya merasakan ringan, melayang dan betapa tubuhku bergetar hebat. Merasakan bahwa tubuhku bergetar tidak ada hentinya, Frans pun berdiri, keluar dari bath up mengambil handuk dan mengangkat tubuhku serta melilit tubuhku dengan handuk. Setelah dia pun mengeringkan tubuhnya seadanya, dia mengangkat tubuhku menuju ke kamar tidurnya. Di ranjang di mana dia biasa bercinta dengan mamaku tubuhku diletakkan, dan handuk itu mulai dibuka pelan-pelan. Dasar Frans yang penuh selera humor, dia masih sempat bercanda,
" Wuah seperti membuka kado natal saja rasanya!" Aku pun sempat tertawa sebelum mulutku disumbat oleh mulutnya.
Dia meneruskan apa yang sudah dia mulai. Dia mulai menjilati buah dadaku. Setiap bagian tubuh yang sensitif dia jilati. Hingga dia sampai ke ujung kaki, dia menjilati setiap jari kakiku, telapak kakinya dan lalu membuka lebar selangkanganku. Dia maju ke depan pelan-pelan, agak merebahkan dirinya di dadaku, sambil mendengarkan napasku yang terengah-engah. Tangannya membelai rambutku yang masih basah. Tiba-tiba sesuatu yang keras menusuk bagian vaginaku, hanya ujungnya saja, dia melakukan dengan sangat lembut. Sambil menjilati dan menggigiti putingku dia berhasil memasukan seluruh penisnya ke vaginaku. Beberapa saat kemudian dia agak berdiri dan mengangkat kedua kakiku ke arah wajahnya sambil terus memompa. Aku merasakan hanya kenikmatan, mungkin dari segi ukuran penis dia tidak terlalu besar. Tapi bagiku ukuran tidak jadi soal, yang penting bagaimana cara dia untuk mempergunakannya. Frans sangat jago bercinta. Pada saat itu tidak banyak gaya yang kita coba. Karena kenikmatan yang kita peroleh lebih penting daripada eksperimen. Aku coba menikmati setiap detik yang kita lalu bersama.
Ada perasaan menyesal ketika semua itu berakhir, perasaan menyesal telah mengkhianati mama dan perasaan menyesal bahwa semua itu telah selesai. Ingin rasanya kami mulai dari awal lagi, menikmati setiap detik dan setiap sentuhan. Frans hanya diam memelukku, membiarkan kepalaku di dadanya dan sembari mengecup-ngecup keningku dengan lembut.
Oh mama, malu rasanya ketika aku bertemu mama. Mama yang selalu sayang kepadaku, yang selalu perhatian akan diriku. Tapi di sisi lain aku merasa sangat cemburu bila melihat mama bermesra mesraan dengan Frans, perasaan benci melihat mama yang memeluk Frans. Aku selalu menangis apabila aku mendengar desahan mama di saat mereka bercinta di malam hari, aku selalu membuang muka apabila Frans pulang dari kerja dan membawakan mama setangkai rose.
Setelah kejadian malam itu, aku dan Franks selalu berusaha untuk mencari kesempatan untuk berduaan. Mama sering bertugas jaga malam, dan itu kesempatan kami untuk terus mengulanginya. Sering kami melakukannya di mobil, di gudang ataupun di teras belakang rumah. Sudah hampir 1,5 tahun kami saling sembunyi, tapi baru awal tahun 2002 yang lalu aku berani mengatakan cinta kepada Frans. Dia hanya merengek dan menangis. Dia tidak bisa melepaskan mama karena mama bagi Frans adalah sosok istri yang ideal. Sedangkan diriku membuat Frans merasa muda, bergairah dan bersemangat hidup kembali. Kami berdua tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Haruskah kami bersandiwara seumur hidup? Atau haruskah kami merusak segala mimpi mama?
Di saat ini aku kembali bertanya, benarkah Tuhan sudah menjawab doaku?
TAMAT